Rabu, 29 Oktober 2008

MENGURUSKAN SHOLAT JENAZAH DI MASJIDIL HARAM, MEKAH

Hampir setiap hari, sesudah shalat fardhu, jamaah haji yang ikut shalat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi akan mengikuti shalat jenazah. Jumlah jenazah yang dishalati sering berjumlah lebih dari satu orang, bahkan kadang kala hingga berjumlah belasan jenazah. Sebagian besar jenazah-jenazah itu adalah jamaah haji yang berasal dari berbagai negara, sebagian lainnya berasal dari penduduk setempat.

Jenazah-jenazah itu apabila meninggal dunia di Medinah, maka ia akan dimakamkan di Makam Baqi’. Di Mekah, jenazah-jenazah itu umumnya dimakamkan di Makam Ma’la, namun bila sudah penuh, maka jenazah akan dimakamkan di Makam Siroyai, pemakaman dekat Jabal Nur.




Kita bisa memperkirakan jumlah jamaah yang ikut menshalati jenazah dalam masjid-masjid itu. Setidaknya 400-an ribu orang, di tanah air tidak mungkin jumlah itu bisa tercapai, kecuali apabila yang meninggal seorang tokoh besar.
Pertanyaan yang berkecamuk dalam diri jamaah shalat adalah bagaimanakah caranya sehingga jenazah itu dapat dishalatkan di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi.
Bila seorang jamaah haji Indonesia meninggal dunia, maka ada d
ua kemungkinan tempat meninggalnya, di maktab atau di rumah sakit (BPHI atau RS Arab Saudi). Sebenarnya untuk mengurus jenazah di manapun meninggal dunia, pihak yang bertanggung jawab adalah pengelola maktab, karena maktab setidaknya yang menyimpan semua data jamaah haji, diantaranya paspor. Tidak sedikit maktab yang memanfaatkan kesempatan dalam kesedihan keluarga atau teman jamaah haji yang meninggal dunia. Kadangkala maktab akan memungut biaya pengurusan jenazah mulai dari mensucikan, mengkafani, menyolatkan (apalagi kalau keluarga ingin dishalatkan di Masjidiil Haram atau Masjid Nabawi) hingga penguburan jenazah, yang besarnya sekenanya, misalnya SR 1.500,00. Padahal, kalau kita tahu yayasan yang mengurusi jenazah di Mekah, maka tidak dipungut biaya sepeserpun.
Di Mekah ada beberapa yayasan yang mengurusi jenazah ini, setahu penulis ada dua, yaitu yayasan Al-Muhajirin dan Darut Tauhid. Yayasan-y
ayasan ini menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh jenazah mulai dari peyimpanan hingga penguburan jenazah di pemakaman yang disediakan secara gratis. Mereka memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya, layaknya merawat jenazah keluarga sendiri. Pangkalan mereka berada di Rumah Sakit-Rumah Sakit Mekah. Kita dapat menghubungi mereka cukup dengan menelepon ke nomor telepon yang mereka miliki diantaranya adalah yayasan Muhajirin di Mekah: 0504 542 737, 0555 539 987. Mereka akan mendatangi tempat meninggal dunia-meyimpan-mensucikan-mengkafani-menyolatkan di Masjidil Haram-mengubur jenazah.
Penulis pernah mengalami dua kali mengurus jenazah yang memperoleh layanan yayasan-yayasan ini. Pertama pada tahun 1427 H, yaitu pada saat salah satu jamaah haji rombongan penulis mengalami kecelakaan di depan Masjid Namirah Arafah, sedang yang kedua adalah pada tahun 1428 H ketika seorang jamaah haji meni
nggal dunia di Rumah Sakit Zahir Mekah.
Pada kejadian pertama, berawal dari dua bus yang bertabrakan, penunpang yang duduk di bagian kanan belakang tertabrak bus sehingga penumpangnya diduga meninggal di tempat kejadian. Setelah polisi datang, 20 menit kemudian datang juga ambulans, petugas ambulans memeriksa beberapa penumpang yang dianggap parah. Salah satu penumpang (rombongan penulis) dimasukkan dan diangkut dalam am
bulans dibawa ke rumah sakit, rumah sakit yang dituju adalah rumah sakit Zahir Mekah. Pada saat itu penulis kebetulan ikut berada dalam ambulans. Sesampainya di rumah sakit, dinyatakan meninggal dunia, lalu langsung dimasukkan ke dalam kamar jenazah. Oleh penerima di kamar jenazah itu dikatakan bahwa segala urusan yang berkaitan dengan jenazah akan diselesaikan oleh pihak yayasan yang bernama Muhajirin tanpa dipungut biaya apapun, sedang masalah administrasi diurus oleh keluarga jamaah.
Untuk keperluan administrasi itu dilakukan dengan menghubungi ketua kloter, dokter kloter dan maktab. Hubungan dengan maktab diperlukan karena paspor jamaah yang meninggal disimpan oleh maktab. Bersama dengan ketua d
an dokter kloter dan salah satu petugas maktab mendatangi Daker Mekah untuk menentukan langkah terbaik, agar jenazah dapat secepatnya ditindaklanjuti. Karena kematian disebabkan oleh kecelakaan maka untuk membawa keluar jenazah dari kamar jenazah, diperlukan surat keterangan dari polisi lalu lintas, yang harus diurus sendiri oleh keluarga atau yang mewakili. Pada saat berada di kantor kepolisian ini, dua sopir bus yang bertabrakan tadi sudah dimasukkan ke dalam tahanan polisi.
Berbekal surat keterangan kepolisian ini, jenazah dijinkan dikeluarkan dari kamar jenazah. Oleh yayasan Muhajirin, jenazah diangkut dengan ambulans mereka, dibawa ke tempat penyucian yang terletak di daerah dekat Ajiziah untuk dimandik
an dan dikafani. Selanjutnya dengan ambulans yang sama, jenazah dibawa ke Masjidil Haram melalui pintu satu, Pintu Abdul Aziz. Sementara jenazah dishalatkan di Masjidil Haram, ambulans menunggu di jalan Ajyad Sud.
Sesudah dishalatkan, jenazah dibawa menuju ke ambulans dengan didampingi keluarga dan jamaah lain masuk ke dalam ambulans juga, yang selanjutnya diangkut menuju ke pemakaman Siroyai dekat Jabal Nur, Mekah. Semua proses pengusungan jenazah dilakukan oleh jamaah kloter yang juga teman-taman jenazah. Dalam proses pemakaman jenazah ada suatu peristiwa yang amat menyentuh hati dan emosi pengantar jenazah. Sesaat setelah prosesi pamakaman selesai, ada salah satu jamaah yang memberikan u
ang lelah kepada sopir ambulans, karena dianggap oleh jamaah tadi bahwa selama dalam proses pengangkutan jenazah mulai dari rumah sakit hingga ke tempat pemakaman tidak mengeluarkan biaya apapun. Apa yang dilakukan oleh sopir?. Sambil mengangkat kedua tangan seperti layaknya orang berdoa, sopir mengatakan bahwa kami bekerja karena Allah dan tidak boleh menerima imbalan apapun. Subhanallah. Dalam benak penulis kapan kita dapat melakukan yang demikian di Indonesia.
Surat keterangan kematian yang disebut (COD = Certificate of Death) perlu dimintakan kepada Daker melalui dokter kloter. Ini berguna untuk pengurusan asuransi, untuk di tanah air dan di Arab Saudi. Asuransi kematian jamaah haji yang disebabkan karena kecelakaan akan memperoleh dua kali BPIH, sedang kematian bias
a, misalnya karena sakit akan memperoleh satu kali BPIH dan akan diberikan di Tanah Air. Gambar 1 menunjukkan Makam Siroyai.

Gambar 1. Makam Siroyai

Kejadian kedua terjadi pada tahun 1428 H. Salah satu jamaah meninggal dunia di rumah sakit Zahir. Informasi kematian jenazah diperoleh dari maktab. Berbekal pengalaman mengurus jenazah pada tahun sebelumnya, penulis berupaya agar jenazah dapat dishalatkan di Masjidil Haram dan kepastian tempat pemakaman. Di saat kita akan mengurus jenazah dan berkumpul di kantor maktab, dengan mengutarakan niat untuk menshalatkan jenazah di Masjidil Haram, ada salah satu pengurus maktab yang mengatakan bahwa agar jenazah dapat dishalatkan di Masjidil Haram dengan harus membayar ke maktab sebesar SR 1.000,00, sambil menunjukkan paspor jenazah yang dia pegang. Nampaknya petugas ini telah terbiasa dengan pungutan-pungutan semacam ini sehingga tanpa malu memanfaatkan kesempatan dalam suasana kesedihan.
Padahal dalam situasi semacam ini, menurut penulis atau etika budaya Indonesia tidak selayaknya kalau kita membicarakan masalah biaya ini. Konsentrasi harus tertuju pada urusan jenazah.
Penulis bersama-sama dengan beberapa jamaah termasuk ketua kloter berangkat menuju ke rumah sakit Zahir dengan menggunakan kendaraan sendiri (sedan milik teman). Sesampainya di rumah sakit, kita tidak bisa mengurus jenazah sebelum menunjukkan paspor jenazah kepada petugas kamar mayat, sedang paspor dibawa oleh petu
gas maktab. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan jamaah yang mengurus jenazah. Di dinding-dinding kamar penerimaan jenazah terdapat tulisan-tulisan semacam banner yang menginformasikan tentang nama yayasan (namanya yayasan Darut Tauhid) dan pelayanan jenazah diberikan secara gratis (Khoiriyah). Belum selesai urusan jenazah, petugas maktab berulangkali menagih uang seribu real.
Sesudah ditunjukkan paspor, dan untuk memastikan jenazah maka beberapa keluarga dan jamaah mengecek kebenaran jenazah. Selanjutnya jenazah
dibawa ke suatu tempat penyucian dengan menggunakan ambulans yang dikemudikan oleh sopir yayasan. Beberapa jamaah juga ikut mendampingi jenazah dalam ambulans. Setibanya di tempat penyucian, salah satu (hanya satu orang!) keluarga diperbolehkan ikut memandikan jenazah, sementara jamaah lainnya menunggu selesainya penyucian dan pengkafanan. Saat pengkafanan selesai, maka petugas memberitahu jamaah lainnya, dan jenazah siap diberangkatkan menuju ke Masjidil Haram, yang umumnya berangkat satu atau dua jam menjelang waktu masuk shalat wajib. Pada saat menjelang berangkat, sebaiknya jamaah pengantar mengambil wudhu di tempat penyucian tersebut, agar setibanya di Masjidil Haram tidak mencari tempat wudhu lagi, dan jamaah lainnya yang tidak ikut dalam rombongan pengantar ini diberitahu bahwa jenazah sudah berangkat agar bersiap untuk mengikuti shalat jenazah di Masjidil Haram.
Beberapa jamaah masuk ke dalam mobil ambulans yang membawa jenazah menuju ke Masjidil Haram, pada saat itu pukul 14.30. Ambulans berjalan menuju ke jalan ajyad dan berhenti di Ajyad Sud. Jenazah diusung masuk ke dalam Masjidil Haram menggunakan tandu yang telah tersedia dalam ambulans dan ditempatkan dipinggiran setentang dengan antara Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad menunggu masuk waktu shalat. Hati penulis menjadi trenyuh saat shalat jenazah ditunaikan setelah shalat Ashar, terlihat ratusan ribu jamaah mengikuti shalat jenazah yang pada saat itu ada 12 jenazah. Penulis berpiki
r, tidak mungkin shalat jenazah dapat diikuti oleh ratusan ribu jamaah bila meninggal di tanah air kalau bukan tokoh penting. Mungkinkah saat kita meninggal dapat dishalati oleh ratusan ribu jamaah semacam itu?.
Jenazah-jenazah diusung keluar oleh keluarga dan jamaah lain yang berasal dari negara masing-masing jenazah, sebagian besar melalui pintu satu, namun sebagian melalui pintu lainnya karena pintu satu penuh dengan jamaah haji yang pulang ke rumah masing-masing. Tidak sedikit jamaah haji yang ikut mengusung jenazah tanpa melihat jenazah itu berasal dari negara mana. Mereka bergantian membawa jenazah menuju ambulans yang diparkir di Ajyad Sud dan sopir yang dari tadi menunggu selesainya shalat jenazah. Salah satu diantara jenazah-jenazah adalah jenazah jamaah kloter 82 SUB. Sesudah jenazah-jenazah dimasukkan ke dalam beberapa mobil ambulans, beberapa jamaah juga ikut masuk ke dalam
ambulans termasuk beberapa jamaah dari negara lain, selama ambulans masih mencukupi siapapun diperbolehkan untuk mengikuti ke pemakaman. Sopir secepatnya melajukan kendaraan menuju ke Pemakaman Siroyai, melewati terowongan dan Mina, 20 menit kemudian telah sampai di Siroyai. Dalam perjalanan ini, sopir ambulans memberitahu bahwa dalam mengurusi jenazah ini tidak dipungut biaya sepeserpun, juga diberitahu jika dimintai uang oleh maktab maka tidak usah diberi. Yayasan telah didanai oleh beberapa orang kaya dan perusahaan.
Sementara itu, beberapa jamaah kloter 82 SUB juga ikut berangkat menuju ke Siroyai menggunakan kendaraan lain yang diparkir di daerah Ajyad Bir Balila.
Sesampainya di pamakaman, petugas atau mungkin pegawai pekamanan telah menunggu jenazah-jenazah yang berdatangan. Petugas ini mem
berikan aba-aba dan menunjukkan tempat ambulans harus berhenti, mendekati lubang-lubang jenazah yang telah disiapkan berjajar dan belum terisi, yang bentuknya semacam maaf septictank.
Jamaah mengusung, menurunkan dan menempatkan jenazah dekat lubang yang masih kosong. Dua orang turun ke dalam lubang menggunakan tangga, sementara lainnya yang berada di atas bersiap-siap menurunkan jenazah. Dengan menggunakan matras dari busa yang digunakan sebagai alas jenazah, jenazah diusung dan diturunkan ke dalam lubang, dua orang yang berada dalam lubang menerima jenazah. Sementara petugas memberikan aba-aba yang harus dilakukan oleh dua orang yang berada di lubang kubur. Jenazah dihadapkan ke kiblat dengan memiringkan tubuh, setelah selesai, dua orang tadi naik ke atas menggunakan tangga. Para petugas mengambil tutup lubang yang terbuat dari beton
cor, dan menutupkannya di atas lubang. Mereka mengambil beberapa ciduk air, lalu disiramkan ke atas tanah yang akan digunakan untuk menutupi pinggir penutup agar tidak bertebaran tanah yang berdebu. Setelah pinggiran tutup sudah ditutupi dengan tanah yang disiram tadi, selesailah prosesi pemakaman, dan selanjutnya jamaah berdoa dengan menghadap kiblat. Prosesi pemakaman ini, jika dihitung hanya membutuhkan waktu 10 menit.
Selanjutnya, jamaah kembali ke maktab dengan menggunakan ambulans dan mobil lainnya. Pukul 5.30 semua jamaah pengantar jenazah telah tiba di maktab dengan perasaan masing-masing yang mereka bawa.
Petugas kloter telah mengurusi surat-surat yang diperlukan untuk mengurusi asuransi kematian di tanah air, diantaranya adalah COD (Certifi
cate of Death), dan diberikan kepada keluarga beserta paspor almarhum. Gambar 2 menunjukkan lubang kubur di makam Siroyai. Insya Allah segala dosa almarhum diampuni Allah dan amalnya diterimaNya. Amin.


Gambar 2. Lubang Kubur di Makam Siroyai.

Malang, 16 Shafar 1429 H (23 Pebruari 2008 M)
M. Julius St.

...Lebih Rinci Lagi...

Senin, 27 Oktober 2008

EVALUASI PELAYANAN HAJI DI ARAB SAUDI TH. 1429 H

Evaluasi ini disampaikan pada hal-hal yang dianggap sangat menonjol, tidak pada hal-hal yang umum karena dianggap sudah baik. Evaluasi ini disusun dengan sistematika: masalah lalu alternative penyelesaian.

1) Transportasi
Permasalahan transportasi yang paling menonjol adalah pada saat kembali dari Mina menuju ke Mina pada tanggal 12 Dzulhijah. Jamaah berharap cemas tidak dapat keluar dari Mina sebelum maghrib, yang berakibat harus menginap (mabit) lagi di Mina. Terbatasnya jumlah kendaraan (bus) yang disediakan oleh penyelenggara haji, menyebabkan jamaah terkumpul pada saat yang sama sehingga rawan terjadinya keributan, walaupun akhirnya dapat terselesaikan.


Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
a. Jamaah tidak harus kembali ke Mekah dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijah (Nafar Awal), akan tetapi pada tanggal 13 Dzulhijah (Nafar Tsani).
b. Mengatur ketertiban jamaah untuk naik ke dalam bus. Siapa-siapa yang harus didahulukan, mungkin disusun semacam undian urutan yang disepakati pada saat sebelum berangkat ke Arafah (saat pertemuan koordinasi dengan pengelola maktab). Ini bisa ditempuh dengan baik apabila ada koordinasi antar kloter dalam satu maktab, dan rombongan dalam satu kloter.
c. Tersedianya sistem transportasi yang lebih baik, seperti sistem Taradduddi.

2) Penerbangan
Terjadinya kerusakan mesin pesawat Saudi Airline nomor penerbangan SV 5069 (yang ditumpangi jamaah haji kloter 82 SUB) pada saat berangkat dari Bandara Juanda menuju ke Jedah, yang menyebabkan pesawat harus mendarat di Bandara Cengkareng Jakarta dan penumpang harus turun dan diinapkan di hotal Sultan Jakarta, menunjukkan masih adanya kurang control bahkan kecerobohan petugas Saudi Ailine terhadap pesawat terbang.
Walaupun pelayanan yang diberikan oleh petugas selama diinapkan di Hotel Sultan cukup baik. Namun kejadian semacam ini tidak boleh terjadi, dan cukup sekali ini saja, tidak boleh terulang lagi. Ini berkaitan dengan keselamatan penumpang dan kru pesawat sendiri, yang berjumlah setidaknya 450 orang. Sehari kemudian, kloter 82-SUB diberangkatkan dengan pesawat yang sama. Hal ini membuktikan bahwa bila pesawat dikontrol dengan teliti maka hasilnya juga baik.
Gangguan ini menyebabkan seorang jamaah haji kloter 82-SUB sakit dan diopname di salah satu rumah sakit Jakarta, yang akhirnya yang bersangkutan tidak jadi berangkat ibadah haji. Siapa yang bisa menjamin tahun depan dapat berangkat?
Sebagian penumpang pesawat merasa dirugikan adanya keterlambatan satu hari, karena kloter 82-SUB berangkat pada saat menjelang wukuf, yang berarti Masjidil Haram telah dipenuhi oleh jamaah haji, sehingga kita tidak dapat memilih saat yang longgar untuk menunaikan tawaf dan sa’I, apalagi saat itu adalah hari Jum’at terakhir menjelang wukuf.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Secara teknis kerusakan pesawat tidak boleh terjadi, dan ini merupakan prosedur tetap perusahaan penerbangan
ii) Bila terjadi hal seperti ini, pihak penyelenggara haji (Pemerintah RI, Depag) mengantisipasi adanya klaim-klaim asuransi kerugian melalui perjanjian mengikat antara pihak penerbangan dan penyelenggara haji, yang didalamnya terdapat klausul sangsi yang harus ditanggung pihak penerbanga kepada jamaah. Bukan sekedar jamaah haji harus sabar
Termasuk dalam perjanjian ini adalah adanya sangsi apabila pihak penerbangan melakukan pengacakan penumpang, yang tidak duduk sesuai dengan nomor kursinya.

3) Pemondokan
Pemondokan yang jauh menyebabkan ketidak-nyamanan berhaji, walaupun pemerintah telah secara terbuka menyampaikan biaya sewa rumah dan biaya standar sewa, yang akhirnya akan mengembalikan sisa biaya ini kepada jamaah bila ada selisih biaya. Namun kalau disuruh memilih jamaah akan memilih yang lebih dekat, karena pada dasarnya jamaah tidak pernah berpikir memperoleh pengembalian BPIH.
Ada kekhawatiran jamaah bila ditempatkan di pondokan dekat Masjidil Haram, karena bila pondokan dekat Masjidil Haram, maka kemungkinan besar pada saat di Mina akan ditempatkan di Mina Jadid yang berjarak ±7 km dari jamarat.
Di gedung nomor 220, sering terjadi kemacetan pompa air, sehingga sering terjadi air habis.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Upayakan tempat yang dekat dengan Masjidil Haram tanpa harus tinggal di Mina Jadid di Mina
ii) Bila alternative pertama tidak memungkinkan, penyelesaian pengembalian biaya rumah menjadi alternative terpilih. Transparansi biaya sewa rumah yang diterapkan memberikan nilai pendidikan yang tinggi bagi jamaah haji.
iii) Pemilihan dan pengawasan fasilitas gedung perlu di teliti lebih dalam.

4) Katering
Evaluasi ini diberikan untuk katering yang disediakan di Arafah dan Mina.
Sesuatu yang baru diterapkan adalah makanan dan minuman yang disediakan secara prasmanan layaknya seperti jamuan makan dalam temanten. Setiap kloter disediakan satu meja perangkat makan dan sebuah kulkas untuk menyimpan minuman. Setiap jamaah mengambil nasi sendiri, tapi lauknya dijatah oleh petugas (orang Balnglades). Pada awalnya antrian tidak teratur terjadi pada suatu kloter, belajar dari kloter lain itu, untuk menghindari terjadinya jidal, fusuk atau rafat, maka dalam kloter 82 antrian diatur berjajar dua, untuk wanita dan laki-laki secara terpisah. Pengambilan makanan diatur bergantian pada masing-masing barisan, setelah lima wanita mengambil makanan, lalu berganti kesempatan mengambil kepada lima laki-laki. Hal ini menjadi suatu yang tertib dan terbukti mengurangi terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Gambar 1 menunjukkan atrian yang tertib, sementara Gambar 2 menunjukkan jamaah yang berebut makanan.
Rasa makanan sesuai dengan selera lidah Indonesia dan cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan suatu kloter.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Model ini untuk sementara ini nampakya lebih bagus dibanding dengan model lama. Sebaiknya pengaturan katering disediakan dua perangkat meja untuk laki-laki dan wanita secara terpisah bagi satu kloter, maka keteraturan pengambilan makanan dan minuman insya Allah akan menjadi lebih sempurna.
ii) Sosialisasi kejelasan mekanisme pengambilan makanan dan minuman harus lebih intensif, misalnya dengan tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang itu dan dibagikan kepada seluruh jamaah, mungkin saja dengan tulisan dan gambar yang ditempel di tempat-tempat strategis..

Gambar 1. Jamaah RSIA Antri Makanan dengan tertib


Gambar 2. Jamaah Kloter Lain Berebut Makanan

5) Transportasi Ziarah keluar Mekah
Hal baru yang dialami oleh rombongan haji RSIA adalah ijin untuk ziarah ke Mekah pada tahun ini melalui Muasasah yang disertai dengan aturan harus mengikuti paket ziarah yang mereka sediakan dengan membayar biaya sebesar SR 55,00 perorang. Bila tidak mengikuti paket mereka maka ijin tidak diberikan.
Informasi yang diterima menyebutkan bahwa aturan ini diberlakukan baru setelah wukuf atau pulang dari mabit di Mina.
Untuk ke Museum Dua Masjid Suci juga harus mengikuti bus yang disediakan oleh maktab, bila tidak maka surat rekomendasi tidakdiberikan. Kalau tidak mengikuti bus mereka, maka jamaah dipungut biaya sebesar SR 5 tiap orang.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Perlu dipertimbangan adanya pengaturan ziarah ke Jedah khususnya bagi jamaah haji gelombang kedua yang dikoordinasi oleh Daker atau ditugaskan kepada Muasasah melalui perjanjian. Mungkin seperti paket ziarah di Medinah atau paket keliling kota Jedah bagi gelombang pertama, yang sudah dimasukkan ke dalam komponen BPIH.

6) Tahallul di Marwah
Hal baru lainnya yang baru diketahui oleh penulis adalah adanya mafia jasa pengguntingan rambut untuk tahallul di Bukit Marwah yang dilakukan oleh sebagian anak muda bertampang Arab. Mereka berpura-pura menjual jasa menggunting rambut jamaah tapi ujung-ujungnya adalah pemerasan dengan mengenakan tarif menurut kemauan mereka. Sasaran mereka adalah jamaah haji yang baru pertama kali datang ke Mas’a dan membawa tas gantung, yang umumnya berisi dokumen dan uang. Mungkin kejadian semacam ini sudah lama terjadi, namun baru diketahui saat sa’i tahun 1428 H.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Informasikan kepada jamaah haji yang akan berangkat untuk hati-hati dan waspada di Bukit Marwah, khususnya bagi mereka yang datang untuk pertama kalinya.
ii) Ada upaya koordinasi dengan pihak keamanan Arab Saudi untuk mencegah praktik premanisme di Marwah.


7) Jamaah Tersesat (Kesasar)
Tersesat atau kesasar dari tempat yang dituju di Arab Saudi merupakan hal yang biasa terjadi pada jamaah haji, dimanapun berada di Mekah, Medinah, Mina dan lain-lain. Hal ini sebenarnya dapat dicegah apabila di beberapa tempat yang dianggap strategis (misalnya Mina) disediakan petugas yang cukup banyak.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
1) Sediakan petugas yang lebih banyak di tempat-tempat yang dianggap rawan tersesat.
2) Sediakan alat yang dapat memantau keberadaan jamaah dalam suatu kloter di manapun di Arab Saudi. Kemajuan teknologi memungkinkan dikembangkan alat semacam ini yang diberikan kepada setiap jamaah haji secara gratis yang dibagikan secara gratis. Mungkin biayanya dapat dialokasikan dari sebagian BPIH. Alat semacam ini misalnya dengan teknologi GPS (Global Positioning System) dan Hand Phone GSM.
Secara pribadi saya bersama dengan dosen mahasiswa Teknik Elektro Unibraw sedang meneliti dan mengembangkan teknologi ini, yang berfungsi untuk memantau posisi jamaah haji di Arab Saudi. Namun saya membutuhkan kerjasama mungkin dengan pihak Departemen Agama.


Malang, 13 Shafar 1429 H (20 Pebruari 2008 M)
KBIH RSI Aisyiyah Malang
M. Julius St.

...Lebih Rinci Lagi...

Jumat, 24 Oktober 2008

MAGHRIB DAN ISYA’ DIJAMAK QASHAR DI MUZDALIFAH KENAPA TIDAK

Hingga tahun 1412 H atau 2002 M, perjalanan jamaah haji dari Arafah menuju ke Muzdalifah dan Mina selalu terjadi kegelisahan di sebagian besar jamaah haji Asia Tenggara khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak semua kendaraan (bus) yang mengangkut jamaah haji dari Arafah ke Mina tidak berhenti (Mabit) di Muzdalifah, padahal mabit di Muzdalifah merupakan amalan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Banyak peristiwa yang terjadi dalam perjalanan ini, di antaranya adalah jamaah haji yang harus meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam, akibat sopir bus yang mengangkutnya tidak mau berhenti, sementara penumpang bus tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak bisa berbahasa sesuai bahasa sopir atau memang tidak tahu bahwa tempat yang mereka lalui adalah Muzdalifah. Kemacetan lalu lintas menjadi pemandangan yang biasa dalam perjalanan ini. Tidak heran, perjalanan dari Arafah menuju ke Mina yang jaraknya hanya ±14 km ditempuh hingga 12 jam.

Sebagai langkah antisipatif perjalanan yang sulit ini, sebagian besar jamaah haji menunaikan shalat Maghrib dan Isya’ dijamak takdim di Arafah. Padahal, Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan generasi selanjutnya selalu menunaikan shalat Maghrib dan Isya’ dijamak qashar di Muzdalifah.
Hal-hal demikian menjadi perhatian serius pemerintah Arab Saudi, sehingga pada tahun 1423 H (2003 M) telah menetapkan suatu tatanan sistem yang disebut Sistem Taraddudy. Sistem ini setahun sebelumnya telah diujicobakan pada jamaah haji Turki dan berhasil baik.

Sistem taraddudy adalah suatu tatanan pengangkutan jamaah haji dari Arafah menuju ke Muzdalidah dan dari Muzdalifah ke Mina menggunakan bus, jamaah haji diangkut dari Arafah menuju ke Muzdalifah dengan bus tertentu melalui jalur jalan nomor 8, diberhentikan dan diturunkan di Muzdalifah, sementara itu bus kembali menuju ke Arafah untuk mengangkut jamaah haji lainnya. Selanjutnya, setelah lepas tengah malam jamaah haji diangkut dengan bus lainnya menuju ke Mina melalui jalur jalan nomor 9, setelah menurunkan penumpangnya di Mina, bus kembali ke Muzdalifah untuk mengangkur jamaah haji lainnya.
Pada awal (2003) diterapkannya sistem ini, perjalanan dari Arafah menuju ke Muzdalifah amat bagus, penulis mencatat bahwa perjalanan tidak mengalami hambatan yang berarti dan waktu yang ditempuh hanya rata-rata 15 menit saja. Sedangkan perjalanan dari Muzdalifah menuju ke Mina yang jaraknya hanya ±5 km mengalami kendala, yaitu macetnya transportasi yang terjadi di Mina, sehingga sebagian besar jamaah haji baru bisa diangkut pada pukul 11-an esok harinya. Penulis sendiri pada saat itu berjalan kaki bersama 260 orang jamaah haji, berangkat sesudah shubuh dan sampai di Mina pukul 09.00.
Belajar dari kendala-kendala ini, pemerintah Arab Saudi mendata dan menganalisisnya, yang akhirnya diterapkan pada tahun-tahun berikutnya sehingga menghasilkan tatanan perjalanan dari Arafah-Muzdalifah-Mina yang menurut penulis amat bagus. Dari hasil pencatatan yang penulis lakukan mulai tahun 2004 hingga 2007 waktu tempuh yang dibutuhkan perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah adalah rata-rata 19 menit, sedang untuk perjalanan dari Muzdalifah menuju ke Mina membutuhkan waktu rata-rata 25 menit. Tatanan ini jika dinilai memperoleh nilai 9 dengan skala 0-10.
Mungkin belajar dari kejadian-kejadian pada tahun sebelum 2003 itu, dalam kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2007 masih banyak jamaah haji yang menunaikan shalat Maghrib dan Isya’ di Arafah. Mungkin saja ini terjadi karena ketidaktahuan jamaah haji atau mungkin disebabkan karena memang tidak mau melakukannya di Muzdalifah.
Selama mabit di Muzdalifah banyak waktu yang diperoleh jamaah haji, misalnya berangkat dari Arafah pukul 22.00 maka tiba di Muzdalifah pukul 22.19, sedangkan berangkat dari Muzdalifah menuju ke Mina paling cepat akan dijatah pada pukul 01.00. Bagaimana dengan air di Muzdalifah, selama hanya untuk wudlu tidak ada kendala yang berarti kecuali ke kamar mandi yang harus antri agak lama. Kendala yang dihadapi selama berada di Muzdalifah adalah dinginnya udara yang bisa mencapai 15 oC, dan kencangnya angin yang berhembus, karena memang di Muzdalifah tidak disediakan kemah dan alamnya terbuka atau tidak ada penghalang.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat selama berada di Muzdalifah?. Dalam buku Fathul Bari Jilid 9 hadits nomor 1672 disebutkan beberapa hadits, diantaranya adalah dari Kuraib, dari Usamah bin Zaid RA bahwa ia mendengar (kuraib) berkata, “Rasulullah SAW bergerak (bertolak) dari Arafah lalu turun di jalan setapak dan buang air kecil. Kemudian beliau berwudlu tanpa menyempurnakan wudlunya. Aku berkata kepadanya, “Shalat?” beliau SAW bersabda, “Shalat di depanmu”. Beliau mendatangi Muzdalifah lalu berwudlu seraya menyempurnakan wudlunya, kemudian dilakukan iqamat untuk shalat dan beliau shalat Maghrib. Kemudian setiap orang mengistirahatkan untanya di tempat menginapnya, kemudian dikumandangkan iqamat untuk shalat dan beliaupun shalat, dan beliau tidak shalat di antara keduanya. Hadits nomor 1673 menyebutkan dari Abdullah bin Umar ra, dia berkata, “Nabi SAW menjamak antara shalat Maghrib dan Isya’ di Muzdalifah. Masing-masing dari keduanya dilaksanakan dengan satu iqamat dan beliau SAW tidak melakukan shalat sunah di antara keduanya dan tidak pula setelah melakukan masing-masing dari keduanya.
Didasarkan pada kenyataan yang terjadi di lapangan, yaitu kemudahan fasilitas yang telah tersedia dan contoh yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, maka tidak ada salahnya kalau para jamaah calon haji mulai dari sebelum berangkat menuju ke Tanah Suci sudah merencanakan untuk menunaikan shalat Maghrib dan Isya’ dijamak dan diqashar di Muzdalifah. Kendala yang mungkin terjadi adalah komitmen jamaah haji untuk mewujudkannya bahwa kesulitan-kesulitan yang dikhawatirkan seperti yang terjadi pada sebelum tahun 2003 insya Allah tidak akan terjadi. Amin.

Malang, 21 Dzulqa’dah 1428 H (01 Desember 2007 M)

...Lebih Rinci Lagi...

Kamis, 23 Oktober 2008

PERSIAPAN PIMNAS 99 DI JAKARTA UNTUK KONTINGEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Beberapa catatan saya yang mungkin bermanfaat :
Peserta TIM Teknis
Semua peserta di cek persiapannya, meliputi :
• Bahan yang akan dipresentasikan termasuk makalah perbaikan.
• Transparansi yang telah atau akan dibuat. Karena ini merupakan final maka presentasi peserta diupayakan dengan alat peraga yang menarik (atraktif), sehingga berkesan sangat siap tempur. Bila perlu buatlah transparansi warna. Dosen pembimbing bersifat pro-aktif dalam memantau perkembangan kelompok mahasiswa asuhannya.


• Peralatan yang dibutuhkan untuk presentasi, misalnya :
• Transparansi Warna
• Apakah menggunakan LCD atau Infocus
• Laser Pinter
• Slide Proyektor
• Apakah panitia menyediakan OHP, sedang peralatan tersebut di atas mungkin tidak disediakan oleh panitia. Untuk itu sebaiknya kita membawa sendiri peralatan-peralatan yang dibtutuhkan
Mengingat bahwa PIMNAS merupakan kegiatan yang berskala nasional maka semua kebutuhan diupayakan untuk dapat dipenuhi.
• Peralatan yang dibuat oleh kelompok LKIP Saintek dan LKWU bidang IPA dicek lagi dapat beroperasi atau tidak.

Peserta tim non teknis
Tim ini bertugas untuk membantu kelancaran kelompok finalis, di antaranya :
• Membantu membuatkan bahan yang akan dipresentasikan
• Mempersiapkan, menyediakan dan membawakan peralatan yang dibutuhkan
• Kerjasama dengan tim teknis sangat dibutuhkan
Peralatan yang dibutuhkan oleh tim teknis dan tim non-teknis perlu disediakan kendaraan khusus

Dosen Pembimbing dan Pejabat :
• Perlu ditentukan identitas khusus yang dapat menunjukkan bahwa dosen pembimbing dan pejabat yang ikut serta dalam pimnas merupakan duta Unibraw, misalnya seperti mahasiswa yang menggunakan ofisial cup (semacam Jas Almamater)
• Bersifat pro-aktif kepada mahasiswa.

Lain-lain.
• Dibutuhkan POSKO UNIBRAW di sekitar arena Pimnas. Untuk itu perlu membuat spanduk yang menyatakan bahwa di tempat itu merupakan markasnya Unibraw.
• Perlu membuat spanduk ucapan selamat berjuang kepada duta unibraw yang mengikuti pimnas
• Senat Mahasiswa Unibraw atau SM Fakultas perlu membuat plakat ucapan selamat kepada Finalis. Ini perlu karena nampaknya gaung pimnas masih saya rasakan sangat kurang. Atau mungkin kegiatan ini dianggap oleh SM sebagai kegiatan yang biasa-biasa saja.
• Pimnas di Undip, ada sarasehan dosen pembimbing. Unibraw diminta untuk menjadi salah satu pemakalah. Mohon dapat dicek kembali apakah sarasehan dosen pembimbing masih ada. Jika ya, perlu ditunjuk siapa yang mewakili Unibraw.

SELAMAT BERJUANG, SEMOGA BERHASIL

Malang, 18 Februari 1999
M. Julius St.

...Lebih Rinci Lagi...