Senin, 27 Oktober 2008

EVALUASI PELAYANAN HAJI DI ARAB SAUDI TH. 1429 H

Evaluasi ini disampaikan pada hal-hal yang dianggap sangat menonjol, tidak pada hal-hal yang umum karena dianggap sudah baik. Evaluasi ini disusun dengan sistematika: masalah lalu alternative penyelesaian.

1) Transportasi
Permasalahan transportasi yang paling menonjol adalah pada saat kembali dari Mina menuju ke Mina pada tanggal 12 Dzulhijah. Jamaah berharap cemas tidak dapat keluar dari Mina sebelum maghrib, yang berakibat harus menginap (mabit) lagi di Mina. Terbatasnya jumlah kendaraan (bus) yang disediakan oleh penyelenggara haji, menyebabkan jamaah terkumpul pada saat yang sama sehingga rawan terjadinya keributan, walaupun akhirnya dapat terselesaikan.


Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
a. Jamaah tidak harus kembali ke Mekah dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijah (Nafar Awal), akan tetapi pada tanggal 13 Dzulhijah (Nafar Tsani).
b. Mengatur ketertiban jamaah untuk naik ke dalam bus. Siapa-siapa yang harus didahulukan, mungkin disusun semacam undian urutan yang disepakati pada saat sebelum berangkat ke Arafah (saat pertemuan koordinasi dengan pengelola maktab). Ini bisa ditempuh dengan baik apabila ada koordinasi antar kloter dalam satu maktab, dan rombongan dalam satu kloter.
c. Tersedianya sistem transportasi yang lebih baik, seperti sistem Taradduddi.

2) Penerbangan
Terjadinya kerusakan mesin pesawat Saudi Airline nomor penerbangan SV 5069 (yang ditumpangi jamaah haji kloter 82 SUB) pada saat berangkat dari Bandara Juanda menuju ke Jedah, yang menyebabkan pesawat harus mendarat di Bandara Cengkareng Jakarta dan penumpang harus turun dan diinapkan di hotal Sultan Jakarta, menunjukkan masih adanya kurang control bahkan kecerobohan petugas Saudi Ailine terhadap pesawat terbang.
Walaupun pelayanan yang diberikan oleh petugas selama diinapkan di Hotel Sultan cukup baik. Namun kejadian semacam ini tidak boleh terjadi, dan cukup sekali ini saja, tidak boleh terulang lagi. Ini berkaitan dengan keselamatan penumpang dan kru pesawat sendiri, yang berjumlah setidaknya 450 orang. Sehari kemudian, kloter 82-SUB diberangkatkan dengan pesawat yang sama. Hal ini membuktikan bahwa bila pesawat dikontrol dengan teliti maka hasilnya juga baik.
Gangguan ini menyebabkan seorang jamaah haji kloter 82-SUB sakit dan diopname di salah satu rumah sakit Jakarta, yang akhirnya yang bersangkutan tidak jadi berangkat ibadah haji. Siapa yang bisa menjamin tahun depan dapat berangkat?
Sebagian penumpang pesawat merasa dirugikan adanya keterlambatan satu hari, karena kloter 82-SUB berangkat pada saat menjelang wukuf, yang berarti Masjidil Haram telah dipenuhi oleh jamaah haji, sehingga kita tidak dapat memilih saat yang longgar untuk menunaikan tawaf dan sa’I, apalagi saat itu adalah hari Jum’at terakhir menjelang wukuf.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Secara teknis kerusakan pesawat tidak boleh terjadi, dan ini merupakan prosedur tetap perusahaan penerbangan
ii) Bila terjadi hal seperti ini, pihak penyelenggara haji (Pemerintah RI, Depag) mengantisipasi adanya klaim-klaim asuransi kerugian melalui perjanjian mengikat antara pihak penerbangan dan penyelenggara haji, yang didalamnya terdapat klausul sangsi yang harus ditanggung pihak penerbanga kepada jamaah. Bukan sekedar jamaah haji harus sabar
Termasuk dalam perjanjian ini adalah adanya sangsi apabila pihak penerbangan melakukan pengacakan penumpang, yang tidak duduk sesuai dengan nomor kursinya.

3) Pemondokan
Pemondokan yang jauh menyebabkan ketidak-nyamanan berhaji, walaupun pemerintah telah secara terbuka menyampaikan biaya sewa rumah dan biaya standar sewa, yang akhirnya akan mengembalikan sisa biaya ini kepada jamaah bila ada selisih biaya. Namun kalau disuruh memilih jamaah akan memilih yang lebih dekat, karena pada dasarnya jamaah tidak pernah berpikir memperoleh pengembalian BPIH.
Ada kekhawatiran jamaah bila ditempatkan di pondokan dekat Masjidil Haram, karena bila pondokan dekat Masjidil Haram, maka kemungkinan besar pada saat di Mina akan ditempatkan di Mina Jadid yang berjarak ±7 km dari jamarat.
Di gedung nomor 220, sering terjadi kemacetan pompa air, sehingga sering terjadi air habis.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Upayakan tempat yang dekat dengan Masjidil Haram tanpa harus tinggal di Mina Jadid di Mina
ii) Bila alternative pertama tidak memungkinkan, penyelesaian pengembalian biaya rumah menjadi alternative terpilih. Transparansi biaya sewa rumah yang diterapkan memberikan nilai pendidikan yang tinggi bagi jamaah haji.
iii) Pemilihan dan pengawasan fasilitas gedung perlu di teliti lebih dalam.

4) Katering
Evaluasi ini diberikan untuk katering yang disediakan di Arafah dan Mina.
Sesuatu yang baru diterapkan adalah makanan dan minuman yang disediakan secara prasmanan layaknya seperti jamuan makan dalam temanten. Setiap kloter disediakan satu meja perangkat makan dan sebuah kulkas untuk menyimpan minuman. Setiap jamaah mengambil nasi sendiri, tapi lauknya dijatah oleh petugas (orang Balnglades). Pada awalnya antrian tidak teratur terjadi pada suatu kloter, belajar dari kloter lain itu, untuk menghindari terjadinya jidal, fusuk atau rafat, maka dalam kloter 82 antrian diatur berjajar dua, untuk wanita dan laki-laki secara terpisah. Pengambilan makanan diatur bergantian pada masing-masing barisan, setelah lima wanita mengambil makanan, lalu berganti kesempatan mengambil kepada lima laki-laki. Hal ini menjadi suatu yang tertib dan terbukti mengurangi terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Gambar 1 menunjukkan atrian yang tertib, sementara Gambar 2 menunjukkan jamaah yang berebut makanan.
Rasa makanan sesuai dengan selera lidah Indonesia dan cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan suatu kloter.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Model ini untuk sementara ini nampakya lebih bagus dibanding dengan model lama. Sebaiknya pengaturan katering disediakan dua perangkat meja untuk laki-laki dan wanita secara terpisah bagi satu kloter, maka keteraturan pengambilan makanan dan minuman insya Allah akan menjadi lebih sempurna.
ii) Sosialisasi kejelasan mekanisme pengambilan makanan dan minuman harus lebih intensif, misalnya dengan tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang itu dan dibagikan kepada seluruh jamaah, mungkin saja dengan tulisan dan gambar yang ditempel di tempat-tempat strategis..

Gambar 1. Jamaah RSIA Antri Makanan dengan tertib


Gambar 2. Jamaah Kloter Lain Berebut Makanan

5) Transportasi Ziarah keluar Mekah
Hal baru yang dialami oleh rombongan haji RSIA adalah ijin untuk ziarah ke Mekah pada tahun ini melalui Muasasah yang disertai dengan aturan harus mengikuti paket ziarah yang mereka sediakan dengan membayar biaya sebesar SR 55,00 perorang. Bila tidak mengikuti paket mereka maka ijin tidak diberikan.
Informasi yang diterima menyebutkan bahwa aturan ini diberlakukan baru setelah wukuf atau pulang dari mabit di Mina.
Untuk ke Museum Dua Masjid Suci juga harus mengikuti bus yang disediakan oleh maktab, bila tidak maka surat rekomendasi tidakdiberikan. Kalau tidak mengikuti bus mereka, maka jamaah dipungut biaya sebesar SR 5 tiap orang.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Perlu dipertimbangan adanya pengaturan ziarah ke Jedah khususnya bagi jamaah haji gelombang kedua yang dikoordinasi oleh Daker atau ditugaskan kepada Muasasah melalui perjanjian. Mungkin seperti paket ziarah di Medinah atau paket keliling kota Jedah bagi gelombang pertama, yang sudah dimasukkan ke dalam komponen BPIH.

6) Tahallul di Marwah
Hal baru lainnya yang baru diketahui oleh penulis adalah adanya mafia jasa pengguntingan rambut untuk tahallul di Bukit Marwah yang dilakukan oleh sebagian anak muda bertampang Arab. Mereka berpura-pura menjual jasa menggunting rambut jamaah tapi ujung-ujungnya adalah pemerasan dengan mengenakan tarif menurut kemauan mereka. Sasaran mereka adalah jamaah haji yang baru pertama kali datang ke Mas’a dan membawa tas gantung, yang umumnya berisi dokumen dan uang. Mungkin kejadian semacam ini sudah lama terjadi, namun baru diketahui saat sa’i tahun 1428 H.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
i) Informasikan kepada jamaah haji yang akan berangkat untuk hati-hati dan waspada di Bukit Marwah, khususnya bagi mereka yang datang untuk pertama kalinya.
ii) Ada upaya koordinasi dengan pihak keamanan Arab Saudi untuk mencegah praktik premanisme di Marwah.


7) Jamaah Tersesat (Kesasar)
Tersesat atau kesasar dari tempat yang dituju di Arab Saudi merupakan hal yang biasa terjadi pada jamaah haji, dimanapun berada di Mekah, Medinah, Mina dan lain-lain. Hal ini sebenarnya dapat dicegah apabila di beberapa tempat yang dianggap strategis (misalnya Mina) disediakan petugas yang cukup banyak.

Penyelesaian yang dapat ditawarkan adalah:
1) Sediakan petugas yang lebih banyak di tempat-tempat yang dianggap rawan tersesat.
2) Sediakan alat yang dapat memantau keberadaan jamaah dalam suatu kloter di manapun di Arab Saudi. Kemajuan teknologi memungkinkan dikembangkan alat semacam ini yang diberikan kepada setiap jamaah haji secara gratis yang dibagikan secara gratis. Mungkin biayanya dapat dialokasikan dari sebagian BPIH. Alat semacam ini misalnya dengan teknologi GPS (Global Positioning System) dan Hand Phone GSM.
Secara pribadi saya bersama dengan dosen mahasiswa Teknik Elektro Unibraw sedang meneliti dan mengembangkan teknologi ini, yang berfungsi untuk memantau posisi jamaah haji di Arab Saudi. Namun saya membutuhkan kerjasama mungkin dengan pihak Departemen Agama.


Malang, 13 Shafar 1429 H (20 Pebruari 2008 M)
KBIH RSI Aisyiyah Malang
M. Julius St.

Tidak ada komentar: